Jumat, 16 Maret 2012

4 pilar yang menyuburkan kehidupan beragama

Ada 4 pilar yang dapat menyuburkan kehidupan beragama; pertama adalah orang kaya yang mampu membelanjakan kekayaannya di jalan Allah, kedua adalah orang berilmu yang tahu cara mengamalkannya, ketiga adalah orang bodoh yang menyadari kebodohannya, dan keempat adalah orang fakir yang tidak menggadaikan akhiratnya.

Orang kaya kelak akan ditanya; darimana harta itu didapatkan, bagaimana cara mendapatkan harta itu, dan bagaimana cara membelanjakannya. Pengertian membelanjakan dijalan Allah, tidak semata-semata sodakah atau membayar zakat, termasuk juga pengeluaran-pengeluaran yang lain, apakah ketika mengeluarkan kekayaan tersebut dilandasi dengan nilai ibadah atau tidak. Misalnya membeli mobil, apakah membeli mobil itu hanya sekedar riya, hanya sebatas kebutuhan, atau memang diniati untuk ibadah termasuk untuk mencari nafkah.

Banyak orang pintar tapi tidak tahu, atau bahkan pura-pura tidak tahu cara mengamalkannya. Pengertian mengamalkan tidak hanya sebatas mengajarkan, tapi bagaimana menerapkan ilmu yang dikuasinya untuk kepentingan hidup di masyarakat. Seorang ahli politik bisa menduduki gedung DPR, sebagai wakil rakyat, tapi pernahkan ia berpikir tentang rakyat, misalnya.
 
Yang paling berat adalah orang bodoh tidak mau mengakui dirinya bodoh, sehingga tidak ada proses pembelajaran. Maka jika orang bodoh itu sadar akan kebodohannya, dunia pendidikan akan semakin maju. Pengertian bodoh bukan berarti ditujukan kepada orang-orang yang benar-benar bodoh, tetapi juga ditujukan kepada orang-orang yang merasa memiliki ilmu, dan sombong tidak mau menambah keilmuannya.

Kefakiran mendekapi kekufuran. Tidak sedikit orang-orang fakir yang menggadaikan akhiratnya, sebagai contoh; kenapa kamu jadi pelacur? Jawabnya, mau makan apa kalau tidak jadi pelacur. Jalan kebaikan seoralh-seolah tertutup, hidup dalam keputus-asaan duniawi.


Selasa, 13 Maret 2012

Materialistik adalah Sifat Manusia

Materialistik adalah sifat kebendaan atau keduniawian yang dimiliki oleh manusia. Jadi wajar manusia bersifat materialistik, karena keberadaan manusia untuk pertama kali  akan dilihat dari segi jasad,  atau tubuh yang dapat dilihat dan dirasakan oleh panca indra. Namun, ketika manusia berpikir tentang akal, berpikir tentang rasa, manusia akan menyadari bahwa di dalam dirinya ada sesuatu yang tidak dapat  dilihat dan dirasakan oleh panca indra, yang diberi nama ruh atau jiwa. Dan setelah manusia memahami bahwa dirinya itu terdiri dari jasad dan ruh, dan keduanya perlu diberi makanan, maka manakah yang paling menguasai dirinya; keduniawian atau sifat-sifat ruhiyah.. 
Barangkali inilah renungan sufistik yang harus selalu kita pertanyaan; apakah salah orang yang memuja kehidupan secara materialistik?