Kekaguman Arman pada kiayinya tak perlu diragukan. Kelak ia ingin sekali meniru kiayi yang tidak hanya sebagai guru, lebih dri itu, beliau ia anggap sebagai orang tuanya. Mungkin karena sangat cintanya kepada sang kiayi, ia sering memimpikannya. Suatu hari ia bermimpi gurunya masuk surga. Selepas sholat Subuh, dengan rasa bahagia ia menghadap kiayi ingin mengabarkan mimpinya itu.
" Pak Kiayi, tadi malam saya bermimpi," kata Arman.
"Mimpi apa, Man?" tanya Pak Kiayi.
"Mimpi Pak Kiayi masuk surga," jawab Arman gembira.
"Astagfirulloh, Man. Itu mimpi buruk. Jangan kau sampaikan itu padaku. Aku tidak pantas mendapat pujian seperti itu. Dosaku masih terlampau banyak," kata Pak Kiayi sambil menangis, beliau pun sujud lalu membaca istigfar berkali-kali.
Arman sangat terkejut mendengar jawaban seperti itu. Ia terus berpikir, dosa apa yang telah dibuat Pak Kiayi sehingga merasa tidak pantas tinggal di surga. Padahal sholatnya, wiridnya, kesunahan-kesunahannya semua Pak Kiayi lakukan. Setiap langkah kemana pun tak pernah lepas dari dzikrulloh. Tidak hanya sekedar diucapkan, tapi juga dalam menjalankan hidupnya di masyarakat. "Kok, merasa tidak pantas untuk tinggal di surga," pikir Arman.
Mungkin karena Arman terlalu memikirkan masalah itu, ia pun mulai sering memimpikan kiayi di dalam tidurnya. Dan pada suatu hari, ia melihat Pak Kiayi dijebloskan ke dalam api neraka yang meluap-luap. Bahkan Arman terbangun karena kaget, menyaksikan peristiwa yang mengerikan itu. Ia pun mengucapkan istigfar berkali-kali untuk menenangkan hatinya. "Perlukah aku sampaikan mimpi ini," pikir Arman. "Ah sebaiknya aku sampaikan saja daripada aku menyiksa diri dengan terus bertanya-tanya tanpa ada jawaban," putusnya.
"Pak Kiayi, tadi malam saya bermimpi lagi."
"Mimpi apa lagi, Man?" tanya Pak Kiayi.
"Mimpi Pak Kiayi masuk neraka," jawab Arman ragu-ragu, takut menyinggung perasaan gurunya.
"Oh, itu. Sebaiknya kau tak usah menyampaikan mimpi seperti itu. Jangan menyampaikan mimpi buruk kepada orang lain. Khawatir orang yang kau kabari itu mempercayai mimpi itu. Dulu tentu saja saya takut mendengar mimpimu. Takut menjadi sombong dan merasa yakin masuk surga, sehingga saya lupa tujuan beribadah. Memang tak ada seorang pun yang tidak mengharapkan surga kelak. Tetapi untuk orang-orang yang masih hidup sseperti kita lebih baik bagaimana beribadah untuk memperoleh ridho Allah, dan memperoleh safaat dari Rosululloh. Kalau Alloh ridho terhadap amal-amal yang kita lakukan, Insya Allah kita akan mendapatkan kenikmatan baik di dunia maupun di akhirat,"
Arman meneteskan air mata mendengar gurunya yang arif itu. Ia terkadang merasa sebagai orang yang paling mencintai gurunya bila dibandingkan dengan teman-teman santri yang lain. Astagfirulloh! Astagfirulloh! Astagfirulloh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar