Hal. 2
“Adapun lapisan bumi yang paling lebar berada di dalam hati orang-orang yang senang bersodakoh,” jawab Sayyidina ‘Ali. Bumi ibarat kekayaan. Dalam hati orang-orang yang senang bersodakoh tertanam bahwa rizki yang dimilikinya, sebagian milik orang-orang yang membutuhkannya. Dalam Islam kehidupan di bumi bukan tujuan utama. Bumi hanya tempat untuk memperoleh ridho Alloh, sebagai kendaraan menuju akhirat kelak. Maka perhitungan memberi dalam Islam, bukan sseperti matematika; 10 – 1 = 9. Tetapi setiap rizki yang disodakohkan atau diberikan kepada orang yang membutuhkan akan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan baik di bumi maupun di akhirat. Ini adalah janji Alloh dan Rosulnya. Bayangkan jika setiap hari orang itu bersodakoh, maka kekayaan bumi ini tidak akan mampu menandingi kekayaannya di akhirat kelak. Dan dia tidak akan merasa kekurangan di bumi.
“Laut yang paling luas adalah hati orang-orang yang qona’ah,” jawab Sayyidina ‘Ali. Hati yang senantiasa menerima apa adanya, serta mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Di mana pun mereka berada, hatinya akan selalu tenang karena selalu merasa cukup dan tidak berlebihan. Mereka pun akan selalu mampu menyesuaikan diri dalam situasi dan kondisi apa pun karena kemampuan mereka dalam bersyukur.
“Sedangkan neraka yang paling panas adalah hati orang-orang yang serakah.” Kata Sayyidina ‘Ali. Orang-orang yang serakah selalu merasa kurang, dan kufur nikmat. Apabila mereka memiliki kewenangan untuk membagi sesuatu, mereka pasti akan berbuat tidak adil dan sering berbuat dholim. Mereka ingin mendapat bagian lebih banyak tanpa memikirkan bagian untuk orang lain. Apabila berkuasa atau mempunyai jabatan mereka cenderung korup. Bahkan mereka merasa mempunyai hak atas milik anak buahnya. Mereka tak segan dan tahu malu untuk memotong, meminta bagian dari gaji anak buahnya, walauipun mereka sudah mendapat gaji yang lebih besar. Orang-orang serakah hatinya selalu panas dan iri dengki apabila ada temannya yang memperoleh rizki lebih banyak, dan kedudukan lebih tinggi dari mereka, meskipun mereka mengetahui, bahwa rizki dan kedudukan yang diperoleh temannya itu halal dan prosedural.
“Angin yang paling kencang adalah doanya orang-orang yang didholimi,” jawab Sayyidina ‘Ali. Apabila orang-orang yang didholimi ini sampai pada tingkat pengadukan, serta menyerahkan semua urusannya kepada Allah SWT, karena sudah tidak kuat atau tidak mampu menahan kedholiman-kedholiman Si Pendholim, baik kedholiman berupa penganiayaan fisik, perampasan hak milik, maupun perampasan kesempatan, maka pada saat itu juga doanya akan segera dikabulkan oleh Allah.
“Batu yang paling keras adalah hati orang-orang yang sering melakukan maksiat,” jawab Sayyidina ‘Ali. Yang bisa melunakkan kekerasan hati orang-orang yang berbuat maksiat hanya satu, yaitu hidayah dari Allah. Apabila yang menasihati itu adalah orang ‘alim, maka nasihat itu hanya akan masuk telinga kiri dan keluar dari telinga kanan. Apabila yang menasihati orang-orang yang berada setingkat atau dianggap berada di bawahnya, tidak akan masuk telinga kiri maupun telinga kanan. Bahkan meskipun mereka berilmu. Ilmu mereka sama tingginya dengan ilmu yang dimiliki para kiai, namun sering melakukan maksiat, maka hatinya akan lebih keras lagi untuk menerima nasihat. Tidak heran jika banyak orang-orang pintar, fasih melafalkan Al Qur’an dan Hadist Rosul, tetapi kelakuannya bejat. Itu karena hatinya sudah mengeras diselimuti kemaksiatan.
“Yang tidak bisa dilihat manusia adalah ruh,”jawab Sayyidina ‘Ali. Ruh adalah ghaib, hanya bisa dirasakan dengan keimanan. Yang perlu kita renungkan bagaimana tubuh yang berupa segumpal daging, disanggah pondasi tulang belulang, dilengkapi jantung pemicu darah yang mengalir di setiap urat, dan paru-paru mengatur udara yang dihirup dari luar untuk kemudian disebarkan ke seluruh penjuru tubuh, bisa berdiri, berjalan, lari, bahkan memikul beban dan sebagainya. Padahal tetangga kira baru kemarin sore, tergeletak di pembaringan tak bisa mandi sendiri, tak bisa mengubur dirinya sendiri. Bangkai! Apabila tidak dikuburkan baunya akan kemana-mana. Itulah ruh yang tak pernah mati. Ruh yang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan hidupnya selama di dunia. Dan hanya iman yang dapat merasakan keberadaannya.
“Yang tidak bisa dilihat Allah adalah orang-orang kafir, karena Allah tidak mau melihatnya,” jawab Sayyidina Ali. Apapun kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang kafir di dunia, tidak ada nilai ibadahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar